Friday, July 27, 2012

Benahi Kota Kita


(Dok KIY)

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jati Waringin yang dimiliki Pemerintahan Kabupaten Tangerang, yang berlokasi di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, telah dibangun sejak tahun 90-an ini, memberikan banyak dampak buruk bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya,  yang bermukim satu sampai radius dua kilometer. Kondisi mereka jelas sangat memilukan dan menggiris hati. Salah satu dampak buruk dari TPA Jati Waringin ini terlihat dari keadaan air tanah di keempat desa yang berada di kitaran lokasi yang tidak dapat dipakai lagi, karena warna air yang sudah berubah menjadi kehitaman dan berbau, menyebabkannya tak layak lagi untuk dikonsumsi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena dianggap.

Keempat desa itu yakni, Jatiwaringin (Kecamatan Mauk), Desa Gintung, dan Desa Buaran Jati (Kecamatan Sukadiri), dan Desa Rajeg Mulya (Kecamatan  Rajeg). Sampai saat ini sudah berbagai macam keluhan masyarakat yang bermukim di tempat sekitar, yang diadukan langsung kepada Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Tangerang, namun belum ada respon dan tanggapan balik terhadap masyarakat. “Hingga sekarang belum ada penyelesaiannya”. Pungkas seorang masyarakat sekitar.

Berpuluh-puluh tahun keadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jati Waringin membuat keadaan masyarakat sekitarnya mengalami kepiluan dan penderitaan, khususnya terhadap hak untuk menghirup udara bersih dan air bersih terhadap diri mereka sendiri maupun keluarga. Padahal itu bertentangan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009, tentang lingkungan hidup dan Peraturan Pemerintahan (PP) No 27 tahun 1999 tentang Amdal.

Bayangkan saja, berpuluh-puluh tahun mereka bermukim di area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang menyebabkan penderitaan luarbiasa. Selain air tanah yang tidak bisa dipakai lagi, udara yang dihirup pun benar-benar tidak sehat. Polusi Udara itu disebabkan oleh pembakaran sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jati Waringin, hingga membuat jarak pandang hanya berkisar pada radius satu kilometer saja, akibat tertutup kepulan asap pembakaran sampah. “Sangat membahayakan pengguna jalan, dan masyarakat di sekitar lahan pembakaran. Pengguna jalan harus berhati-hati ketika melewati tempat yang diselimuti kabut palsu ini (asap),” tutur seorang masyarakat sekitar.

Polusi udara selain pembakaran itu, juga harus dihirup warga sepanjang waktu mereka. Arah anginlah yang menjadi panutan ke mana asap tersebut akan bertiup. Parahnya, hampir di setiap penjuru arah angin itulah, pemukiman penduduk berada. Tepat di depan TPA Jati Waringin, terdapat satu desa yang tiap siangnya, sekira pukul 13:00 Wib sampai sore, hembusan angin akan terus mengarah pemukiman penduduknya. Bisa kita bayangkan bagaimana tidak mengenakkannya bau tumpukan ber-ton-ton itu?

Pengolahan sampah TPA Jati Waringin yang dilakukan secara oven dumping (pengolahan sampah yang tidak diproses ulang, tapi ditumpuk lalu dibakar) ini, dilakukan setiap harinya, sehingga sangat menambah penderitaan masyarakat. Keadaan mayarakat semakin diperburuk oleh munculnya penyakit sesak napas. Meski hingga kini belum ada data tertulis jumlah penduduk yang terserang penyakit itu.

Penderitaan warga pun bertambah, lantaran area lahan TPA yang berlebih, seluas 12 hektar dan lahan tambahan sekitar 4 hektar. Dampak dari TPA ini pun bisa kita lihat dari lahan pertanian yang dihimpit oleh lahan TPA Jati Waringin. Dampaknya jelas, di sebagian lahan pertanian mengalami penggundulan yang tidak lazim sebagaimana umumnya lahan pertanian. Hal itu bisa terlihat dari pepohonan yang menjadi gersang di sekitar TPA.

Konflik menggejala,tapi masalah lain merajarela. Kepenggurusan TPA yang dimiliki oleh Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Tangerang ,harus secepatnya dibenahi diberi tindakan cepat dan tepat untuk masalah yang selalu diulur-ulur tanpa ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Sungguh malangnya masyarakat di kitaran TPA,laiknya manusia yang tidak dimanusiakan.

Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) maupun Pemerintahan Kota (Pemkot) Tangerang harus segera bebenah diri atas semua permasalahan yang dirasakan dalam batang tubuhnya sendiri. Bila belum dirasa tidak bisa mengatur apalagi menanggulangi permasalahan yang ada, sungguh malangnya nasib rakyat yang mereka pimpin. Dengarlah suara rakyatmu, Pak!”  {KIY}



No comments:

Post a Comment

Hi! Join us for my account twitter @kameliaonta. Have fun! ;)